Untuk Anakku Hafiz.


Aku Tak Bisa Menemanimu 

Dari hari Minggu putra sulungku sudah menceritakan tentang kegiatan akhir sekolahnya. Dia bertanya padaku, apakah aku bisa menemani dia hari selasa untuk jalan jalan bersama teman sekelasnya. Aku menjawab maaf Nak mama tidak bisa ikut. Aku kembali melemparkan pertanyaan padanya
“Apakah wajib ortunya ikut ?”
“tidak” jawabnya singkat
“bolehkan mama tidak ikut?  abangkan sudah bisa mandiri ?”
Aku kembali melemparkan pertanyaan yang sudah pasti tidak membutuhkan jawaban.  Setelah dialog tersebut hafiz meninggalkan aku dan mengerjakan pekerjaan yang lain. Kamu tahu nak mama sebenarnya sangat ingin sekali untuk menemani setiap jengkal kegiatanmu tapi mengapa aku selalu saja menjadikan pekerjaan sebagai alas an aku tidak bisa bersama dia. Tinggal beberapa bulan saja putra sulungku akan memasuki usia remaja, yang mana diusia itu dia mempunyai dunianya sendiri, dia lakan lebih banyak menghabiskan hari harinya bersama teman temannya ketimbang bersama kami, dia akan lebih memilih bercerita kepada teman temannya ketimbang bersama kami. Anakku hal ini yang masih saja terbayang dalam fikiran ku yang mana bundamu ini harus lebih berlapang dada menerima kehidupan barumu.

Diselah istirahatku sekitar pukul 15.00 aku merebahkan badan untuk kembali mengambil energy karena harus mengajar TPQ sore. Hafiz duduk tak jauh dariku sambil tersenyum dia memintaku untuk meminjamkan HP padanya untuk dibawah pada kegiatan jalan jalan di hari selasa. Aku menolak permintaannya dengan mengatakan

“Foto foto aja pinjam HP kawan Nak !”
“ayolah ma, malulah pinjam HP kawan” dia masih tetap berharap
“Please juga donk bang gak usah bawah HP!” aku membalas sambil bercanda

Raut wajahnya mulai berubah, mulai tampak guratan guratan amara dari wajahnya. Gak tahu kenapa tiba tiba saja dia membuka pembicaraan tentang sekolah tujuan dia setelah lulus SD.
“Ma mengapa aku harus masuk Pondok?” tanyanya
Aku sedikit terkejut satu bulan yang lalu aku sudah menjelaskan tentang sekolah lanjutannya yaitu masuk pesantren, tapi hari ini hafiz membuka pembicaraan itu. Aku mempersiapkan kata kata untuk memberikan jawaban agar bisa menghilangkan keraguannya.

Kurang lebih 8 bulan saya dan suami memantapkan hati untuk memilih  pondok pesantren sebagai sekolah berikut hafiz. Dengan berbagai macam pertimbangan baik yang positif maupun yang negative. Aku mengambil posisiku lebih dekat dengannya.

“Bang banyak sekali harapan papa dan mama untukmu, sedangkan alasan kami memasukkan kamu ke Pesantren karena kami ingin agar kamu bisa menjadi anak yang mandiri dalam berbagai hal !”
“kan masuk SMP juga banyak orang orang yang sukses, tidak harus pesantren ma?”  kembali pertanyaan kedua meluncur meminta jawaban.  

Aku tak bisa memberi jawaban yang sangat memuaskan padanya, karena aka yakin diusia dia saat ini menjelaskan seperti apapun jawaban tersebut masihkan terasa kurang untuknya. Dalam konprod kami  kali ini sudah tampak energy energy negative baik dari hafiz maupun dari aku pribadi. Pada akhirnya aku menyudahi pembicaraan kami kali ini.

Keesokan harinya hafiz tidak lagi ngotot untuk meminjam HP, aku tahu sifat hafiz dia lebih legowo apabila diberikan penjelasan. Lepas shalat shubuh dia mulai mempersiapkan keperluan dia untuk jalan jalan. Dari malam itupun aku sudah meniatkan untuk meminjamkan HP padanya, tapi akau akan berikan ketika pagi hari, dengan alasan aku masih tetap mengulur waktu melihat respon hafiz. Karena aku ingin menanamkan padanya bahwa tidak semua yang kita inginkan akan segera terwujud. Dari malam itu saya sudah mengosongkan memorinya agar dia bisa mendokumentasikan kegiatan dia hari selasa.

Pakaian sudah rapi, ransel sudah siap, sepatu sudah semua perlengkapan lain sudah lengkap plus sarapanpun sudah tinggal menunggu pukul 07.30. aku langsung memberikan dia kejutan bahwasanya dia bisa membawa HP dengan catatan, pergunakan HP itu untuk keperluan yang penting dan tidak untuk hal yang negative, dia begitu bahagia

Love Hafiz,  Maaf mama tidak bisa menemanimu.





Komentar

Postingan Populer