Diry Hatiku

Sangt Sakit

Bagaimana aku akan utarakan perasaanku tentang padamu. cara berpikir kita berbeda. haruskah aku menyesal bersamamu. sungguh aku tidak suka caramu yang suka menebar pesona pada setia wanita.

Sebelum menikah aku berharap aku bisa mendapatkan suami yang Sholeh yang bisa menjadi Imamku,  perhatian penyayang, tapi apa mungkin aku terlalu egois.

Setelah menyiapkan makan malam, segera ku panggil dia untuk bergabung bersamaku di meja makan. Malam ini hatiku sedikit terluka, walaupun aku menyadari aku hanya terlalu cemburu padanya.

Kuberikan piring berisi nasi putih, seperti biasa dia sendiri yang akan mengambil menu pelengkapnya. Aku masih diam dengan kecemburuan yang masih kusimpan rapat dalam hatiku.

"Kamu tidak makan"Dia membuka pembicaraan

"Gak, masih kenyang"jawabku sedikit jengkel

"Mintak minum donk" pintanya sedikit merayu

Aku sampai lupa memberi dia minum. Sangking jengkelnya. Dan belum bisa kuungkapkan. Aku berusaha menahan agar tidak terjadi pertengkaran lagi. Tapi semakin kutahan hatiku semakin sakit. Aku seperti menjadi Istri yang bodoh yang hanya diam melihat tingkahnya.

Dia asik melahap memasukan sesuap demi sesuap makanan sambil menceritakan tentang pekerjaannya. Sesekali dia meneguk air putih dan memintaku untuk menambahkan kembali. Aku masih bersabar menahan rasa sakit yang kian menusuk pada akhirnya air mataku perlahan mengalir. Aku berusaha menutupinya dan menunggu sampai dia selesai makan, tapi apa daya air mata itu tak bisa lagi kubendung dia terus mengalir semakin banyak bahkan mengeluarkan suara.

"Ada apa"

"Gak apa apa"jawabku sambil menyeka air mata yang terlanjur keluar.

"Gak ada apa apa kok nangis"tanyanya mengharap jawan yang pasti.

"Lagi sedih aja"jawabku berharap dia tidak bertanya lagi.

Rasa sakit itu semakin menusukku. Kali ini bukan lagi hatiku tapi hampir seluruh tubuhku merasakan sakitnya. Tapi aku belum bisa mengungkapkan.

Segera ku rapihkan kembali meja makan dan meletakkan piring kotornya di tempat cucian. Dia mungkin lelah seharian bekerja mengapa aku harus menambahnya beban. gak apa biarlah rasa sakit itu harus kuobati  sendiri dan tidak larut dengan masalah sepeleh seperti itu.

Setelah membersihkan diri dia mencium Keyla putri ketiga kami dan berbaring disamping kanan, setelah menarik napas panjang dia langsung memejamkan matanya. Aku menyaksikan dia di balik tirai pembatas antara ruang tamu dan dapur.

Dia masih saja acuh dan dingin. Sama seperti hari hari yang lewat. Aku pun hari ini lelah aku putuskan untuk berbaring di samping kiri keyla dan memaksa mata ini terpejam sampai Azan shubuh berkumandang.

13 tahun berumah tangga. Tapi dia masih saja belum berubah, bahkan disaat aku menangis diapun tidak memberiku perhatian dia hanya bilang "jangan kekanakan Kanakan, udah tua masih juga gak berubah" hati ini selalu saja terluka dengan semua perkataannya padahal kami sudah dikaruniai 3 orang putra dan putri.

Salahkah aku jika hati ini selalu merindu agar dimanjah dan diberi perhatian. Tapi semua itu tak kudapatkan dari dia suamiku. Mengapa harus dia orang yang bukan muhrimnya justru yang memberiku perhatian bahkan setiap kali aku berulang tahun dia selalu mengirimkan pesan singkat 'Selamat Ultah ya ke..'

17 Oktober 2018

Apakah aku yang egois.  Atau aku terlalu bermimpi untuk memiliki pendamping yang sempurna, toh yang saat ini bersamaku bagiku masih belum sesuai dengan keinginanku.

Aku terlalu naif hingga lupa bahwa sejatinya lelaki masih saja memujah kecantikan wanita.

Aku terlalu pede dengan kata kata manis yang selalu kau ucap kala kita bersama

"Mas apakah aku cantik?" Tak bosan

Komentar

Postingan Populer