Purnama Pesantren Al Hasanah Part 1

Imajinasiku tentang sekolah Berasrama

Satu minggu setelah mendapat kabar bahwa aku sudah di daftarkan di salah satu Pondok Pesantren yang beralamat di Talang Pauh pasar pedati. Aku sangat bahagia karena aku bisa bersekolah lagi.

Sepanjang hari yang terbayang di benakku tentang sekolah berasrama.  Dari dulu aku ingin sekolah di sekolah berasrama. Gedung yang menjulang, taman yang indah serta kamar kamar yang berjejer rapi. Itu menjadi salah satu mimpiku kala itu. Dan saat ini hanya tinggal menghitung hari untukku berada di tempat itu.

Besok pagi adalah hari yang aku nantikan, karena hari esok merupakan hari pertamaku masuk asrama. Jam dinding sudah berdentang 6 kali, aku sudah mempersiapkan semua keperluanku baik tas, buku dan perlengkapan lain. Tapi saat itu aku belum membawa pakaian.

Kaos merah panjang berpasangan dengan lepis biru langit serta tidak menggunakan penutup kepala. Aku dihantarkan oleh pamanku untuk masuk pondok. Karena sesuai janji mereka bahwa mereka akan menyekolahkanku.

Aku dan paman bergegas munuju kesebelah kiri jalan untuk menunggu angkot dengan tujuan talang pauh. Sekolah berasrama masih saja menjadi imajinasiku sepanjang perjalan. Terkadang aku tersenyum sendiri karena aku merasakan betapa senangnya aku tinggal di sekolah berasrama yang menjulang tinggi.

Ah dasar saat itu aku masih sangat polos bahkan tidak terfikir
"Apakah mungkin di desa yang terpencil yang hanya ada beberapa rumah saja berdiri gedung yang menjulang seperti yang kulihat di kota kelahiranku?"
Aku tertawa geli ketika mengingat memori itu.

Kembali aku tersadar ternyata lajunya kendaraan pagi itu telah menghantarkan kami di simpang Talang Pauh. Setelah menuruni 2 anak tangga angkot kuning tersebut kusapu semua pandangan disekitarnya
"Hanya ada 2,34,5 dan...." kuhitung satu persatu Rumah yang berada baik di kanan maupun dikiri jalan talang pauh.

"Cepat eta"suara paman mengagetkanku ternyata aku tertinggal 2 meter di belakangnya.

Aku tak banyak bertanya karena ku tahu orang seperti apa pamanku, karena dia pesiunan Perwira tentunya kehidupan otoriter lah yang dianut didalam keluarganya, walaupun aku sendiri tidak suka dengan gaya kepemimpinan seperti itu.

Pondok Pesantren Al Hasanah, kuejak nama plang yang melintang dengan menggunakan bambu di pintu masuk Pondok tersebut.

Di depannya hanya ada 1 Rumah tua dengan cat yang mulai kusam seperti tak ada penghuninya.

"oh hanya ada 6 rumah yang kutemui sepanjang perjalannku menuju Ponpes Al Hasanah"ucapku dalam hati.

Seketika Imajinasiku tentang sekolah berasrama hilang bersama angin yang dihembuskan oleh beberapa pohon Rambutan yang ada di pekarangan Pondok  ini.

Mataku menerawang kearah mana saja disekitar pondok ini. Yang terlihat lebih dulu adalah Bangunan persegi empat yang belum memiliki atap yang ada hanya beberapa tiang yang sudah dicor namun masih sangat berantangan dengan kayu dan bambu yang menyangganya memenuhi ruangan lantai dua tersebut. Aku tak tahu bangunan apakah itu?.

Suara paman kembali membuyarkan lamunanku memaksa kaki ini untuk melangkah masuk lebih jauh. Dan benar saja setelah melewati Musholah kecil disebelah kananku dan dua Rumah Bedengan disebelah kiri aku dan paman tiba tiba dihentikan oleh suarah wanita dengan kerudung yang sangat panjang sampai menutupi lututnya.

" Assalamu alaikum maaf Pak ada yang bisa saya bantu?" Tanya wanita itu.

"Waalaikum Salam iya Ibu Umi ini Ponakan saya mau masuk Pondok" jawab paman singkat.

"Mohon maaf.  Bapak tidak boleh masuk ini wilayah Putri."

Wanita tersebut segera memberi Isyarat kepada beberapa perempuan yang tidak jauh usianya denganku. Agar menghantarku menuju ruangan kegiatan.

Akupun tak tahu lagi apa yang mereka perbincangkan karena saat itu aku sudah berdiri tepat di pintu masuk kegiatan yang sedang berlangsung. Ruangan inilah yang tadi kulihat di depan pondok ini  temboknya belum dicat dan lantai semen kasar. Di pertengahannya terbentang kain berwarna hijauh yang menjadi pembatas antara Ruangan putra dan putri. Ada sekitar 30 orang santri yang berkerudung duduk manis sambil mendengarkan sumber suara yang berada di lokasi Putra. Yang akhirnya kutahu itu adalah hari pertama Mos untuk kami Santri yang baru.

Aku masih berdiri sambil menerawang disetiap sudut ruangan yang disebut sebagai Masjid Ponpes Al Hasanah. Dua orang Santri lama menggenggam tanganku lalu menuntunku keluar dari masjid dan menuju Rumah yang disebut Asrama Fatimah. Disana mereka memberiku jilbab dengan nuansa bunga mawar yang mulai pudar. Aku tak tahu cara memakainya. Sehingga mereka membantu melilitkan ke kepalaku dan menyangganya dengan jarum pentul. Barulah mereka mengajakku kembali ke Masjid.

Sembari berjalan mereka berdua mulai bertanya tentang aku.

"Namamu syapa?" Tanya santri yang berkerudung putih

"Muslihah" jawababku datar

"Asal dari mana?" Lanjutnya

"Dari Manado"

"Masyaallah Jauh sekali" sambung Santri yang berkerudung Hitam

"Kalau tinggalnya di Pondok Kelapa mba" kataku

Percakapan kami akhirnya terhenti didepan pintu Masjidmereka berdua memintaku untuk bergabung dengan santri yang lain. Aku bahkan belum menanyakan nama mereka berdua, namun merekapun segerah menghilang dari pandanganku.

Hampir 2 jam aku mendengarkan Sosialisasi tentang sekolah ini tapi kerudung yang menutupi kepalaku sunggu membuat aku tidak nyaman. Belum lagi orang orang yang masih asing yang duduk disekitarku. Ditambah lagi alas tempat duduk kami yaitu karpet plastik dan diatasnya dilapisi lagi dengan Tikar plastik, sungguh hal ini sangat jauh dari imajinasiku tentang sekolah berasrama. Belum lagi pinggiran Masjid tersebut yang masih dipenuhi oleh Debuh dan terlihat bekas percikan air membasahinya tentunya jawabannya sudah pasti mengurangi Debuh.

Istirahat siang menghantarkan acara kegiatan pertama hari itu sudah berakhir, sesuai dengan instruksi, setelah shalat, makan siang lalu kami harus berkumpul lagi di masjid. Acara yang selanjutnya Acara Gabungan baik santri Baru maupun Santri Lama.

Dengan waktu yang sedikit paman meminta untuk bertemu denganku lalu dia hanya mengatakan beberapa kata motivasi selanjutnya dia mengatakan agar aku tidak kembali pulang tapi tetap berada di Pondok dan dia yang akan membawakan pakaianku.

"BELAJAR BAIK BAIK TAK USAH KAMU PIKIRKAN BIAYA ITU URUSAN PAMAN DAN BIBIK" itulah pesan terakhirnya sambil mengacak acak kepalaku yang masih terbungkus kerudung. Setelah itu dia meninggalkanku.

Komentar

Postingan Populer