Memutuskan Menikah

Memutuskan Menikah

Ijazah SMU sudah kuterimah. Sekarang aku memikirkan apa yang harus kulakukan setelah ini. Paman memintaku untuk terus melanjutkan sekolah begitu juga dengan bibik.

Mereka adalah malaikat penolongku. ya penolong masa depan ku. Seandainya tak ada mereka aku tak tahu seperti apa nasibku.

Menghabiskan waktu 4 tahun bukan waktu yang singkat untukku. Tinggal dengan orang tua kandung saja masih meninggalkan luka apalagi yang bukan ortu kandung?.

Aku termenung di teras lantai 2 yang terbuat dari kayu. Mataku menatap setiap mobil yang lalu lalang di jalan raya. Kupaksa otakku untuk berpikir sejenak tentang nasibku selanjutnya.

Paman memberiku lampu hijau untuk kuliah tapi hati kecilku mengatakan "tidak usah kuliah, kasihan bibik" apa yang sudah dikatakan paman, bibik tidak bisa membantahnya.padahal aku sendiri sudah tahu bibik sedang kesulitan ekonomi belum lagi menantunya yang tidak suka jika aku harus melanjutkan kuliah.

Angin malam itu berhembus lembut. Seolah memberiku kenyamanan untuk tetap duduk di sofa tua itu dan terus memandangi pemandangan jalanan yang kian larut.

Kembali kubuka masa lalu 4 tahun yang lewat dimana aku harus berjuang untuk tetap bertahan di rumah ini agar bisa mendapatkan ijazah SMP dan ijazah SMU.

Tinggal dirumah dengan sistem pendidikan otoriter sungguh membuatku tersiksa. Belum lagi orang didalamnya yang selalu hidup dengan Zouzon hampir sepanjang waktu. Terasa semakin tersiksa jika keseharianny aku harus mendengarkan pertengkaran diantara mereka. Baik antara Paman dan Anaknya atau antara Bibik dan menantunya.

"Kulia, tidak, kulia ,tidak"hatiku terus diliputi rasa ragu.

"Dilah lanjut kulia atau tidak?"tanya kak Halimah

"Aku masih bingung kulia atau tidak"jawabku dengan nada perlahan

"Kalau aku kuliah, aku kasihan dengan bibik yang kesehariannya harus bertengkar dengan anaknya dan menantunya"

Kembali aku teringat perkataan kakak Halimah

Komentar

Postingan Populer